ku tetap menanti

Jumat, 31 Agustus 2012

Pendidikan di Indonesia (Postcolonial Analysis)


Dalam suatu penelitian yang sering muncul adalah perbendaan antara teori Barat dengan non-Barat, khususnya teori yang dihasilkan oleh peneliti Indonesia. Seperti diketahui, dalam ilmu social dan humaniora, pada umumya para peneliti menggunakan teori-teori yang diadopsi dari para sarjana Barat. Implikasinya adalah terjadinya dominasi atas teori-teori tersebut sebaran mata kulia di Perguruan Tinggi. Dalam masyarakat intektual telah terjadi semacam kesepakatan bahwa setiap penelitian seharusnya menggunakan teori-teori Barat. Untuk memicu kreativitas ilmuwan secara keseluruhan (Ratna, 2010:74).
Dari pendapat diatas maka muncul beberapa pertanyaan: 1). Apa yang menyebab sehingga teori-teori yang dimunculkan oleh beberapa intelek bangsa di nomor duakan? 2). Sampai kapan bangsa Indonesia lepas dari perannya sebagai bahan baku manusia yang diurusi oleh bangsa Barat?
Dalam konsep Hegemoni yang pertama kali diperkenalkan oleh aktivis social Italia, Antonio Gramsci dan kemudian dikembangkan oleh para penulis lainnya (Williams, 1977:104-114), yang menuntut pernyataan-pernyatan mengenai kebenaran objektif (objective truth) dan menggeser fokus analisis ke kosekuansi-konsekuansi social dari berbagai ide (Ideas), Praktik budaya (cultural practice), dan cara-cara berekspresi (modes of expression). Hegemoni dapat dianggap berasal dari ide-ide dan praktik-praktik yang dapat membantu perkembangan modes of consciousness. Seperti kesadaran social (social consciousness) dan kesadaran diri (self awarness) yang menopang struktur kekuasaan yang ada dan ketidak sadaran social (Ibrahim, 2007:274).
Analisis poskolonial dapat juga digunakan, di satu  pihak untuk menelusuri aspek-aspek tersembunyi atau dengan sengaja disembunyikan, sehingga dapat diketahui bagaimana kekuasaan itu bekerja, di pihak digunakan untuk membongkar disiplin, lembaga, dan ideology yang mendasarinya (Ratna, 2007:104)
Berbicara mengenai pendidikan nasional dalam kaitannya dengan zaman kemerdekaan, termasuk presiksi pendidikan dan pengajaran yang akan dating, perlu diberikan alasan-alasan yang mendasar dengan pertimbangan bahwa yang sesungguhnya terletak dalam kemajuan bangsa yang sesungguhnya terletak dalam kemajuan pendidikan dan pengajarannya. Kebesaran bangsa Indonesia seharusnya jg disertai dengan kemajuan bidang kependidikannya, sehingga terjadi keseimbangan antara factor-faktor infrastuktur material dengan superstruktur ideoloisnya. Dengan kalimat lain, kekayaan alam yang melimpah harus disertai dengan kemampuan intektualaitas dalam pengelolaannya, sehinnga masyarakat adil, makmur dan merata dapat dicapai.
Penjelasan diatas menunjukkan bahwa dalam penjajahan teori sebagai wacana memegang berperanan penting. Kekuasaan tidak semata-mata dengan secara fisik. Namun pembentukan kekuasaan secara nonfisik fisik seperti social, politik, ekonomi. Kekuasan terakhir justru memiliki peluang lebih besar dan lebih kuat dibandingkan dengan cara pertama. Dalam hal ini  pendidikan di Indonesia pada khususnya seakan masih mengharuskan untuk menggunakan teori-teori yang dimunculkan oleh bangsa Barat. Sebagai contoh konkrit Bahasa Belanda adalah bahasa kolonial, bahasa kekuasaan, bahasa sumber ilmu pengetahuan Barat, jadi, sebaiknya jangan ditularkan kepada penduduk pribumi. Penyebaran bahasa Belanda akan berakibat sebagai “senjata makan tuan” (ibid: 245).....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar